Nanti Kita Cerita tentang NKCTHI: Sebuah Resensi Film yang Mengingatkan Kita Akan Pentingnya Kejujuran Dalam Keluarga

Spoiler Alert! Resensi film ini mengandung sedikit spoiler dari film NKCTHI. Pastikan Anda sudah siap untuk membacanya.
Bagaikan angin segar, tepat di tanggal 2 Januari 2020, sehari setelah terjadinya musibah banjir yang melanda sebagian wilayah Jabodetabek tepat di awal tahun, kita kedatangan sebuah film yang mengisahkan tentang hubungan keluarga dan persaudaraan. Film yang diangkat dari buku karya Marcella FP ini sukses memaparkan sebagian tradisi keluarga Asia dengan orang tua yang cukup ketat dan protektif terhadap anak-anaknya. Personally, saya sendiri belum membaca buku aslinya karena memang tidak tertarik untuk membelinya, melihat isinya yang hanya berupa quotes dan ilustrasi di setiap halamannya. Namun, melihat begitu populernya buku NKCTHI ini dibahas di media sosial oleh para kaum hawa, ketertarikan saya pun mulai muncul terhadap sosok sang penulis.


Secara tidak sengaja, saya menemukan sebuah video YouTube di mana Marcella FP secara pribadi menjelaskan sedikit dari proses pembuatan bukunya ini (video dapat ditonton di https://www.youtube.com/watch?v=HJEq9fLlMGU). Turns out, materi buku NKCTHI sebagian ia dapatkan melalui riset di Instagram dengan cara menyebarkan pertanyaan-pertanyaan mengenai isu-isu psikologi; seperti mental health,relationships, quarter-life crisis; kepada followers-followersnya. Selanjutnya, mereka akan membalas dengan bercerita tentang pengalaman hidup dan masalah-masalah yang sudah pernah mereka alami secara personal. Pertanyaan saya adalah: Dengan jumlah followers yang sekarang sudah mencapai 1.5M, berapa banyak DM yang harus dibalas oleh Marcella? (Jadi sangat wajar kalau dia mengambil cuti dari kantor selama 3 bulan). Pada akhirnya, semua cerita tersebut ia rangkum, setiap esensi dari masing-masing permasalahan diambil dan diberikan jawaban dalam quotes yang disandingkan dengan ilustrasi yang lucu dan relevan yang kemudian dikemas ke dalam 1 buku dengan desain unik yang berjudul “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini”. Saya pun jadi tertarik untuk membeli buku NKCTHI setelah menonton video tersebut (walaupun pada akhirnya saya mengurungkan niat untuk membeli karena alasan finansial alias kantong kering, Bo!)

Surprisingly, Visinema memutuskan untuk menggarap film NKCTHI dengan mengambil fokus pengadeganan pada konflik keluarga dan saudara kandung, despite many choices that are available in the book. And, it turns out well! Saya merasa bahwa film ini merupakan film pembuka awal tahun yang hangat dan mampu mencairkan kedinginan akibat konflik dalam keluarga (atau mungkin karena banjir Jabodetabek). Kualitas Angga Dwimas Sasongko sebagai sutradara memang sudah tidak dapat diragukan lagi, kapabilitasnya yang mampu membuat cerita dan adegan yang dapat membangkitkan dan menggugah perasaan setiap penontonnya tentunya sudah kita kenali melalui karya-karya dia sebelumnya.
Tidak terkecuali di dalam film NKCTHI ini. Angga berhasil menyajikan konflik keluarga yang berkesinambungan dan dalam gilirannya, menambah ketegangan yang terjadi di antara masing-masing anggota keluarga. Awan — si bungsu yang selalu dimanjakan — tidak pernah merasakan kegagalan hingga suatu saat dia mengalami kegagalan pertamanya saat beranjak dewasa. Awan juga diperkenalkan dengan seorang pria bernama Kale — yang mengenalkannya kepada pilihan hidup, kesukaran, kesedihan, kegagalan, dan semua rasa pahit kehidupan — dan mengubah perspektif maupun tingkah laku Awan terhadap kehidupannya selama ini. Kedua hal inilah yang memicu terjadinya konflik di dalam diri kedua kakaknya — Aurora, si anak tengah yang jarang diperhatikan oleh keluarganya — dan Angkasa, si sulung yang harus selalu menjaga dan menghibur kedua adiknya, walaupun itu berarti harus mengorbankan keinginan dan perasaannya sendiri. Transformasi ketiga anaknya ini yang pada akhirnya memberanikan diri untuk berbicara jujur sesuai dengan perasaan mereka masing-masing, juga memunculkan konflik dalam diri kedua orang tuanya. Ditambah lagi dengan permainan ekspresi dari masing-masing tokoh dalam film, di sini sangat terlihat kepiawaian Angga dalam mengolah informasi ke dalam bentuk non-verbal yang mudah dipahami oleh penonton.
Penyusunan adegan yang sangat rapi dan apik ini membuat mata penonton selalu tertuju pada layar dan mencoba memahami perasaan maupun karakter dari masing-masing anggota keluarga, tidak terkecuali saya. Setiap karakter tampak menonjol dan memiliki karakter yang berbeda satu sama lain, kecuali karakter Kale. Mungkin salah satu alasannya karena aktor yang memainkan tokoh Kale (Ardhito Pramono) masih tergolong baru ‘mencicipi’ dunia bermain peran. Namun kekurangan sebenarnya dari film ini saya rasa terletak pada dialog antar tokoh dalam film. Sering saat saya sedang hanyut dalam cerita yang dibawakan, dialog antar tokoh yang acap kali terdengar tidak natural dan terkesan terlalu terburu-buru dalam menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh sang sutradara, membuat saya hilang fokus dan sadar bahwa saya hanya menonton sebuah film. Hal ini membuat saya kehilangan perasaan relatable terhadap tokoh yang sedang berdialog dan mengurangi immersion akan film yang sedang dinikmati.
Namun terlepas dari semua itu, film NKCTHI menawarkan visual yang sangat hangat dan dekat. Mulai dari sinematografi, tata cahaya, artistik, maupun tone warna yang digunakan terasa sangat nyata dan alami, persis seperti apa yang terlihat oleh mata manusia. Boleh jadi NKCTHI menjadi film keluarga yang paling mengharukan, menyentuh hati, dan mendamaikan jiwa — tepat untuk menjadi hidangan pembuka bagi setiap keluarga yang mendambakan keterbukaan dan kenyamanan lebih lagi antar anggota keluarga di tahun yang baru ini.
“Sabar, satu persatu.” — Kale, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020)
